Suatu
hari, di bulan Ramadan, Gus Dur
bersama
seorang kiai lain (kiai Asrowi)
pernah
diundang ke kediaman mantan
presiden
Soeharto untuk buka bersama.
Setelah
buka, kemudian salat Maghrib
berjamaah.
Setelah minum kopi, teh dan
makan,
terjadilah dialog antara Soeharto dan
Gus
Dur.
“Gus
Dur sampai malam di sini?”
“Engga
Pa k! Saya harus segera pergi ke
‘tempat
lain’.”
“Oh iya
ya ya… silaken. Tapi kiainya kan
ditinggal
di sini ya?”
“Oh,
iya Pak, tapi harus ada penjelasan.”
“Penjelasan
apa?”
“Salat
Tarawihnya nanti itu ngikutin NU lama
atau NU
baru?”
Soeharto
jadi bingung, baru kali ini dia
mendengar
ada NU lama dan NU baru.
Kemudian
dia bertanya. “Lho NU lama dan
NU baru
apa bedanya?”
”Kalau
NU lama, Tarawih dan Witirnya itu 23
rakaat,”
kata Gus Dur.
“Oh iya
iya ya ya… ga apa- apa….”
Gus Dur
sementara diam.
“Lha
kalau NU baru?” tanya Soeharto.
“Diskon
60 persen. Salat Tarawih dan
Witirnya
cuma tinggal 11 rakaat.” Semua
tamu
buka puasa langsung tertawa.
Sumber: greenourheart@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar