Social Learning Theory
Albert
Bandura
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Belajar sangat penting dalam perkembangan diri seseorang,
dengan belajar seseorang telah mengalami suatu proses menuju kearah yang lebih
baik. Hasil
belajar berupa perubahan perilaku atau tingkah laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau
bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan, atau
penguasaan nilai-nilai sikap.
Dalam prosess perkembangan menuju kematangan senantiasa
manusia selalu belajar, baik itu belajar terhadap pengalaman, belajar terhadap
orang lain, maupaun belajar terhdap lingkungan sekitar. Tanpa adanya proses
belajar, maka manusia tidak akan berkembang, bahkan akan tertinggal dari segi
ilmu dan pengalaman. Proses belajar sendiri tidak dapat diobservasi maupun
dilihat secara abstrak tetapi melalui memanifestasikan dari suatu kegiatan
belajar seseorang. Dengan kata lain, belajar harus mengalami dan melakukan
latihan- latihan.
Dalam kaitanya dengan belajar ini sangat banyak
teori- teori yang membahas atau yang menyinggung tentang belajar, dari
kebanyakan teori dan tokoh- tokoh kami mengangkat gaya belajar social (Social
Lerning) yang di kemukakan oleh Albert Bandura seorang tokoh Psikologi
yang menganut aliran Behaviorisme, dimana segala sesuatu dari proses belajar
ini berkaitan dengan envaironment (lingkungan).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Biografi
Albert Bandura
Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern
Alberta Kanada, pada 04 Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di
desa kecil dan juga mendapat pendidikan di sana. Pada tahun 1949 beliau
mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam jurusan psikologi.
Dia memperoleh gelar Master didalam bidang psikologi pada tahun 1951 dan
setahun kemudian ia juga meraih gelar doctor (Ph.D). Bandura menyelesaikan
program doktornya dalam bidang psikologi klinik, setelah lulus ia bekerja di
Standford University.
Di awal
publikasinya, kebanyakan tulisan Bandura membahas psikoterapi dan tes
Rorschach. Tahun 1959, buku yang ditulis bandura bersama Walters yang berjudul Adolescent
Aggression terbit. Karya Bandura yang lain meliputi Social
Learning Theory (1977), Social Foundation of Though and Action
(1986), dan Self Efficacy:The Excercise of Control (1997).
Pada tahun
1974, Bandura dipercaya menjadi presiden APA (American Psychological
Association), kemudian pada tahun1980 menjadi presiden WPA (Western
Psychological Association), dan menjadi presiden kehormatan Canadian
Psychological Association tahun1999. Selain itu, Bandura juga banyak
mendapat gelar kehormatan, salah satunya terpilih menjadi Rekanan Kehormatan American
Academy of Arts and Science sejak 1980.
Eksperimennya
yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru
secara persis perilaku agresif dari orang dewasa di sekitarnya. Teori Social Bandura
mnunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap, dan reaksi
emosi orang lain.
B.
Teori Belajar Sosial (Social Learning Teory)
Bandura
menyatakan bahwa orang belajar banyak
perilaku melalui peniruan,
bahkan
tanpa adanya penguat (reinforcement)
sekalipun yang diterima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui
pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model
tersebut. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" atau pembelajaran melalui
pengamatan.
Albert Bandura
mengembangkan banyak prinsip teori belajar sosial (social learning teory). Sementara bahaviorisme memandang lingkungan
memainkan peranan pada manusia sebagi daya pendorong utama untuk perkembangan,
teori social Bandura meyakini bahwa daya pendorong untuk perkembangan masa datang
dari seseorang. Teori belajr kelasik menyatakan bahwa manusia belajar perilaku
sosial yang sesuai, terutama dengan mengamati dan meniru model yaitu dengan
menyaksikan orang lain. proses ini dinamakan modelling atau pembelajran dengan
pengamatan (observational learning).
Manusi memperkarsai atau mempercepat pembelajaran
mereka sendiri dengan memilih model untuk ditiru misalanya, orang tua atau
atlet olahraga yang terkenal. Peniruan model merupakan unsur terpenting dalam cara
anak untuk mempelajari suatu bahasa, menangani agresi, mengembangkan kesadaran
moral, dan belajar berbagai perilaku yang sesuai denag gendernya.
Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana
kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, di mana orang
belajar melalui observasi atau pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama
pemimpin atau orang yang dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya.
Istilah yang terkenal dalam teori belajar sosial adalah modelling (peniruan).
Modelling lebih dari sekedar peniruan atau mengulangi perilaku model tetapi
modelling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang
teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses
kognitif.
Bandura menetapkan bahwa ada langkah tertentu yang
terlibat dalam proses pemodelan:
1.
Attention
(perhatian)
, jika kita ingin belajar sesuatu, kita harus memperhatikan. Apapun yang
mengurangi perhatian, akan memberikan dampak negatif pada pembelajaran
observasional.
2.
Retention
(penyimpanan),
kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari proses
pembelajaran. Retensi dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, tetapi kemampuan
untuk memperoleh informasi dan kemudian bertidak sangat penting pada
pembelajaran observasional.
3.
Reproduction
(Reproduksi),
mereproduksi gambaran yang bisa berupa tingkah laku nyata, atau pun imajinasi
ketika kita melakukan hal yang sedang kita perhatikan.
4.
Motivasi, dengan semua hal di atas, kita
tidak akan melakukannya jika tidak memiliki motivasi untuk mengimitasi, yaitu
memiliki alasan yang tepat untuk mengimitasi.
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model
atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Tingkat tertinggi belajar dari
pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku
secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan
cara mengkodekan perilaku yang ditiru ke dalam kata-kata, tanda atau gambar
daripada hanya observasi sederhana (hanya melihat saja).
2.
Individu lebih menyukai perilaku yang
ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilknya.
3.
Individu akan menyukai perilaku yang
ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya
mempunyai nilai yang bermanfaat.
Teori
kognitif sosial bandura manyatakan bahwa perilaku, lingkungan dan faktor
manusia/kognitif semua penting dalam memahami kepribadian. Bandura menelurkan
istilah determinisme resiprocal (reciprocal
determinism) untuk menggambarkan cara perilaku, lingkunagn, dan fakotor
manusia/lingkunagn berinteraksi untuk menciptakan kepribadian.
C.
Regulasi Diri (Self
Regulation)
Regulasi diri merupakan kemampuan
untuk mengontrol perilaku sendiri dan salah satu dari sekian penggerak utama
kepribadian manusia. Bandura menawarkan tiga tahapan dalam proses regulasi diri,
yaitu:
1.
Pengamatan diri, kita melihat
diri dan perilaku kita sendiri, serta terus mengawasinya.
2.
Penilaian, membandingkan apa
yang kita lihat pada diri dan perilaku kita dengan standar ukuran.
3.
Respons diri, terjadi setelah
membandingkan diri dengan standar ukuran tertentu, dan memberikan imbalan
respon diri pada diri sendiri.
1.
Faktor-faktor Eksternal
dalam Pengaturaan Diri
Faktor-faktor eksternal mempengaruhi
pengaturan diri minimal dalam dua hal.
a. Faktor eksternal menyediakan standar untuk mengevaluasi perilaku
kita sendiri. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh –
pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua
dan guru anak–anak belajar baik-buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan tidak
dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas
anak kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi
diri.
b. Faktor-faktor eksternal mempengaruhi
pengaturan diri dengan menyediakan cara-cara penguatan (reinforcement). Hadiah
intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan intensif yang
berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya
kerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu
penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.
2.
Faktor Internal dalam
Regulasi Diri
Faktor internal dalam regulasi diri dengan faktor
internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk
pengaruh internal, yaitu:
a. Observasi
diri (slef-obsevation)
Faktor internal
pertama pengaturan diri adalah observasi diri (slef-obsevation) terhadap performa yang sudah dilakukan. Manusia
sanggup memonitor penampilannya meskipun tidak lengkap atau tidak akurat.
b. Proses
penilaian (judgmental process)
Sebagai proses kedua
proses penilaian judgmental process membantu
mere-gulasi perilaku melalui proses mediasi kognitif. Kita sanggup bukan hanya
sadar-diri secara reflektif, namuun juga menilai berharga tidaknya
tindakan-tindakan berdasarkan tujuan yang ditentukan bagi diri sendiri. Lebih
detailnya, proses penilaian bergantung pada standar pribadi, performa-performa
acuan, niali aktivitas, dan penyempurnaan performa.
c. Reaksi
diri (self reaction)
Faktor internal
ketiga dari penagaturan diri adalah reaksi diri (self-reaction). Manusia merespons positif atau negatif perilaku
mereka tergantung kepada bagaimana perilaku ini diukur dan apa standar
pribadinya. Dengan kata lain, manusia mengarahkan diri kepada insentif bagi
tindakannya melalui penguatan diri atau penghukuman diri.
D.
Efikasi Diri (Self-Efficacy)
Self-efficacy adalah
kepercayaan dalam diri seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan
memutuskan sumber-sumber tindakan yang diperlukan untuk menghadapi situasi yang
akan datang. Dua pengertian penting dalam self-efficacy,
yaitu Efiksasi diri
atau ekspektasi (self effication – efficacy expectation) adalah
“Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam
situasi tertentu”. Efikasi dari berhubungan dengan keyakinan bahwa diri
memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Ekspektasi hasil
(outcome expectations) adalah perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah
laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.
Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat
melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa
mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan
aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang
seharusnya dapat dicapai. Sedangkan efikasi menggambarkan ekspektasi efikasi
yang tinggi, bahwa dirinya mampu melaksanakan operasi tumor sesuai dengan
standar profesional. Namun ekspektasi hasilnya bisa rendah, karena hasil
operasi itu sangat tergantung pada daya tahan jantung pasien, kemurnian obat
antibiotik, sterilitas dan infeksi, dan sebagainya. Orang bisa memiliki
ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan
hasilnya), atau sebaliknya, ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap
terlalu tinggi dari hasil nyata yang dipakai). Orang yang ekspektasinya tinggi
(percaya bahwa dia dapat mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan
harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan diri).
Orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.
1.
Sumber Efikasi Diri
Sumber-sumber
efikasi dari antara lain:
a.
Pengalaman
keberhasilan (mastery experience)
Adalah prestasi yang pernah dicapai pada
masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah
efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus
meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan menurunkan efikasi.
Mencapai keberhasilan akan mem-beri dampak efikasi yang berbeda-beda,
tergantung proses pencapaiannya
b. Pengalaman yang seolah dialami sendiri (vicarious experience)
Diperoleh melalui model social. Efikasi
akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi
akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya
ternyata gagal. Kalau figur yang diamati berbeda dengan diri sipengamat,
pengaruh vikarius tidak besar.
Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan dirinya, bisa
jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang
diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.
c. Dorongan sosial (social
persuasions)
Self-efficasy
dapat juga diraih atau dilemhakan lewat persuasi sosial. Efek-efek dari sumber
ini agar terbatas, namun dalam kondisi yang tepat, persuasi orang lain dapat
meningkatkan atau menurunkan self-efficacy.
Meningkatkan self- efficacy lewat
persusai sosial akan efektif hanya jika aktifitas yang diperkuat termaktub
dalam daftar perilaku yang diulang-ulang.
d. Kondisi fisiologis (physiological states)
Sumber terakhir self-efficacy adalah kondisi sisiologis dan emosi. Emosi yang kuat
biasanya menurunkan tingkat performa. Ketika mengalami rasa takut yang besar,
kecemasan yang kuat dan tingkat stres yang tinggi, manusia memilki ekspektensi self-efficacy yang rendah.
E.
Kelemahan Teori Albert Bandura
Teori
belajar sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori
behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai
peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan
pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu
juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui
peniruan (modeling), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan
teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negatif, termasuk
perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
F.
Kelebihan Teori Albert Bandura
Teori
Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya, karena itu
menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system
kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan
semata-mata reflex atas stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang
timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan
teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasan
merespon ) dan imitation ( peniruan
). Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian
empiris dalam mempelajari perkembangan anak- anak. Penelitian ini berfokus pada
proses yang menjelaskan perkembangan anak-anak, faktor social, dan kognitif.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
tinjauan teori yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu:
1.
Teori
social leraning menjelaskan bahwa sesorang belajar tingkah laku melalui
pengamatan model atau disebut dengan observational learning.
2.
Teori sosila
albert bandura menekakan adanya hubungan anatra perilaku,
lingkunagn, dan fakotor manusia/lingkunagn berinteraksi untuk menciptakan
kepribadian.
3.
Langkah-langkah yang terlibat dalam
pemodelan adalah adnya attention (perhatian), retention (penyimpanan), reproduction (reproduksi), dan
motivasi.
4.
Regulasi diri merupakan
kemampuan untuk mengontrol perilaku sendiri dan merupakan salah satu penggerak
dalam kepribadian. Dalam proses regulasi diri harus melalui tahap pengamatan,
penilaian, dan respon diri. Regulasi diri dapat dipenagrui oleh faktor internal
dan faktor eksternal.
5.
Self-efficacy adalah kepercayaan dalam diri seseorang tentang kemampuannya untuk
mengatur dan memutuskan sumber-sumber tindakan yang diperlukan untuk menghadapi
situasi yang akan datang. Self-efficacy dapat
bersumber dari pengalaman keberhasilan, pengalaman yang seolah dialami sendiri,
dorongan sosial, dan kondisi fisiologis.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian - Edisi Revisi.
Malang : UMM Press
Feist, J. & Feist, G.J. 2008. Theories Of Personality. (Terjemahan 6th
edisi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
John W. Santrock. 2002.
Life-SPAN Development. (Terjemahan 5th
edisi). Jakarta: Erlangga
Pelita Hayati. 2010. Teori Sosial Kognitif dari Albert Bandura « pelita.anak.amaine.htm. di akses tanggal 22
Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar