BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar
yang menuntun terbentuknya kondisi untukbelajar. Teori belajar dapat
didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam
merancangkondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori
belajar akan memberikan kemudahan bagiguru dalam menjalankan model-model
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah
ditemukan teoribelajar yang pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian
perubahan tingkah laku setelah prosespembelajaran.
Teori belajar merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang
pengkondisian situasi belajar dalam usahapencapaian perubahan tingkah laku yang
diharapkan. Teori belajar yang berpengaruh terhadap pelaksanaanpembelajaran
adalah teori belajar behavioristik. Teori belajar menurut aliran aliran
behavioristk merupakan prosess perubahan tingkahlaku sebagai akiabat adanya
interaksi anatar stimulus dan respon. Adapaun akibat adanya interaksi anatara
stimulus dengan resppon, siswa mempunya pengalaman baru, yang meyebabkan mereka
mengadakan tingkah laku dengan cara yang baru.
Teori behaviorisme juga mengatakan bahwa peniruan sangat penting
dalam mempelajari bahasa. Teori ini juga mengatakan bahwa mempelajari bahasa
berhubungan dengan pembentukan hubungan antara kegiatan stimulus-respon dengan
proses penguatannya. Proses penguatan ini diperkuat oleh suatu situasi yang
dikondisikan, yang dilakukan secara berulang-ulang. Sementara itu, karena
rangsangan dari dalam dan luar mempengaruhi proses pembelajaran, anak-anak akan
merespon dengan mengatakan sesuatu. Ketika responnya benar, maka anak tersebut
akan mendapat penguatan dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Saat proses ini
terjadi berulang-ulang, lama kelamaan anak akan menguasai percakapan
Salah satu tokoh yang terkenal dengan aliran behavioristik adalah Ivan
P. Pavlov dengan teori classiccal
conditioning. Oleh karena itu penulis di sisni akan kembali meguraikan teri
Ivan P. Pavlov tentang Classiccal
Conditioning.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan teori Classiccal Conditioning yang
dikemukakan oleh Ivan P. Pavlov?
2.
Apa sajakah komponen-komponen teori Classiccal Conditioning yang dikemukakan
oleh Ivan P. Pavlov?
3.
Apa sajakah prinsip-prinsip dalam teroi Classiccal Conditioning yang dikemukakan
oleh Ivan P. Pavlov?
4.
Bagaimana aplikasi Classiccal Conditioning yang dikemukakan oleh Ivan P. Pavlov dalam
pembelajran?
5.
Bagaimana kelbihan dana kekurangan Classiccal Conditioning yang dikemukakan
oleh Ivan P. Pavlov
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan
makalh ini, adalah sebagai berikut:
1.
Mendiskripsikan terori Classiccal Conditioning yang dikemukakan
oleh Ivan P. Pavlov
2.
Menjelaskan komponen-komponen dalam
teori Classiccal Conditioning yang
dikemukakan oleh Ivan P. Pavlov
3.
Menjelaskan prinsip-prinsip Classiccal Conditioning yang dikemukakan
oleh Ivan P. Pavlov
4.
Menjelasakan aplikasi teori Classiccal Conditioning yang dikemukakan
oleh Ivan P. Pavlov dalam pembelajaran
5.
Menjelaskan kelebihan dan kekurangan Classiccal Conditioning yang dikemukakan
oleh Ivan P. Pavlov
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ivan P. Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa
tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di
sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai
sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi
direktur departemen fisiologi pada Institute
of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi
pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904.
Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927). Ia meninggal
di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana
psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah
seorang sarjana ilmu faal yang fanatik.
Cara berpikirnya adalah sepenuhnya cara berpikir ahli ilmu faal, bahkan ia
sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam
penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep meupun
istilah-istilah psikologi. Sekalipun demikian, peranan Pavlov dalam psikologi
sangat penting, karena studinya mengenai refleks refleks akan merupakan dasar
bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme.
Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya
tidak lain daripada rangkaian-rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk
mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks
saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama
I.M. Sechenov. I.M. yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan
dasar pandangan pula oleh J.B. Watson di Amerika Serikat dalam aliran
Behaviorismenya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya
(Sarwono,
2008).
Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil
penyelidikannya tentang refleks berkondisi (conditioned reflects). Dengan penemu-annya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme, sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses belajar dan
pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan Amerika Psychological Association (A.P.A.)
mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern di
samping Freud.
B.
Tinjauan
Teori
1.
Definisi
Teori Clasiccal Conditioning
Clasic
conditioning (pengkondisian atau persyaratan
kelasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaanya terhadap
anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasang dengan stimulus bersyarat
secara berulang-ulang, sehingga memunculkan reaksi yang dinginkan (Sugihartono.
dkk, 2007).
Kata clasical yang
mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang
dianggap paling dahulu dibidang conditioning
(upaya pengkondisian) dan untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya (Henry
Gleitmen, 1986). Secara sederhana
pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan dimana satu
stimulus/ rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam
mengembangkan suatu respon, bahwa prosedur ini disebut klasik karena prioritas
historisnya seperti dikembangkan oleh Pavlov (Rita L. Atkinson, et.al, 1983:299).
(Gambar percobaan Classical
Conditioning Pavlov terhadap anjing)
Berikut
adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar di atas:
Gambar
pertama. Dimana
anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan
mengeluarkan air liur (UCR).
Gambar
kedua. Jika
anjing dibunyikan sebuah bel (misalnya dentingan garpu) maka ia tidak merespon
atau mengeluarkan air liur.
Gambar
ketiga. Dalam eksperimen
ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS)
terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat
pemberian makanan.
Gambar
keempat. Setelah
perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar
bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan
respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
1.
Komponen Dasar Teori Clasiccal
Conditioning
Ada empat komponen dasar yang membangun
Teori Kondisioning Pavlov. Keempatnya adalah unconditioned stimulus (UCS), unconditioned response (UCR), conditioned
stimulus (CS), dan conditioned
response (CR). Pavlov sendiri sesungguhnya
menggunakan kata unconditioned reflex
dan conditioned reflex, sebagaimana
diindikasikan dalam dua bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
dengan judul Conditioned Reflex
(1927) dan Lectures on Conditioned Reflex
(1928). Kata response lebih disukai oleh ahli psikologi Amerika (Bower, 5th
ed., 1981: 50).
Masing-masing komponen di atas bisa
diidentifikasi dari percobaan Pavlov terhadap anjing. Awalnya pavlov meletakkan
daging dihadapan anjing. Seketika anjing mengeluarkan air liurnya. Dalam
konteks komponen kondisioning, daging tadi adalah unconditioned stimulus (UCS) dan keluarnya air liur karena daging
itu adalah unconditioned response
(UCR). Selanjutnya,
Pavlov menghadirkan stimulus baru berupa bel garpu beberapa saat sebelum ia
memperlihatkan daging pada anjing. Hal ini dilakukan berulang-ulang, hingga
pada akhirnya, hanya dengan menyalakan lampu tanpa diikuti dengan
memperlihatkan daging, anjing itu mengeluarkan air liurnya. Bunyi bel sebelum
dipasangkan dengan daging disebut neutral
stimulus, tapi setelah berpasangan dengan
daging disebut conditioned stimulus. Sedangkan
keluarnya air liur oleh CS disebut conditioned
response. Proses untuk membuat anjing memperoleh CS disebut conditioning.
Proses
penggabungan yang dilakukan oleh Pavlov dengan ketiga unsur tersebut adalah
melibatkan daging (sebagai unconditioned stimulus), air
liur (sebagai unconditioned response pada
anjing), dan suara (sebagai
conditioned stimulus). Secara normal, suara bel tidak akan menghasilkan air liur. Namun ketika
suara dipasangkan dengan daging, suara tersebut dapat mempengaruhi anjing mengeluarkan air liur.
Perilaku konstan secara beberapa lama waktu, maka ketika suara dibunyikan
walaupun tanpa kehadiran seketika daging, akan dapat membuat anjing mengeluarkan air liur pada anjing pada beberapa
waktu.
Dari eksperimen
yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
a.
Law of Respondent Conditioning yaitu hukum pembiasaan
yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara bersamaan/stimultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus
lainnya akan meningkat.
b.
Law of Respondent Extinction yaitu hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah
diperkuat melalui Respondent Conditioning
itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer/penguat, maka kekuatannya akan menurun.
2.
Prinsip-Prinsip
dalam
Eksperimen Ivan Pavlov
Ada 4 prinsip utama dalam eksperimen Ivan Pavlov,
antara lain:
a.
Fase Akuisisi
Fase akuisisi merupakan fase belajar permulaan
dari respons kondisi. Sebagai
contoh, anjing ‘belajar’ mengeluarkan air liur karena pengkondisian suara lonceng. Beberapa faktor dapat mempengaruhi kecepatan conditioning
selama fase akuisisi. Faktor yang paling penting adalah urutan dan waktu stimulus. Conditioning terjadi paling cepat ketika
stimulus kondisi (suara lonceng) mendahului stimulus utama (makanan) dengan
selang waktu setengah detik. Conditioning memerlukan waktu lebih lama dan respons yang terjadi lebih lemah bila dilakukan
penundaan yang lama antara pemberian stimulus kondisi dengan stimulus utama.
Jika stimulus kondisi mengikuti stimulus utama, sebagai contoh, jika anjing
menerima makanan sebelum lonceng berbunyi maka conditioning jarang
terjadi.
b.
Fase Eliminasi (Extinction)
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk
membentuk perilaku anjing agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon
dengan mengeluarkan air liur walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada
awalnya, anjing tidak merespon apapun ketika mendengar bunyi bel. Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi
bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa
makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan
respons (air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.
c.
Fase Generalisasi
Setelah seekor
hewan telah ‘belajar’ respons kondisi dengan satu stimulus, ada kemungkinan juga ia merespons stimulus yang sama tanpa latihan lanjutan. Jika seorang anak
digigit oleh seekor anjing hitam besar, anak tersebut bukan hanya takut kepada anjing tersebut, namun juga takut kepada anjing yang lebih
besar. Fenomena ini disebut generalisasi. Stimuli yang kurang intens biasanya menyebabkan generalisasi
yang kurang intens. Sebagai contoh, anak tersebut ketakutannya
menjadi berkurang terhdapa anjing yang lebih kecil.
d.
Fase Diskriminasi
Kebalikan dari generalisasi adalah diskriminasi. Kalau generalisasi merujuk pada tendensi untuk merespons
sejumlah stimuli yang terkait dengan respons yang dipakai selama training.
Diskriminasi mengacu pada tendensi untuk merespons
sederetan stimuli yang amat terbatas atau hanya pada stimuli yang digunakan
selama training saja. Ketika seorang individu belajar menghasilkan respons kondisi pada satu stimulus dan tidak dari stimulus yang sama
namun kondisinya berbeda. Sebagai contoh, seorang anak memperlihatkan respons takut
pada anjing galak yang bebas, namun mungkin
memperlihatkan rasa tidak takut ketika seekor anjing
galak diikat atau terkurung dalam kandang.
C. Aplikasi Teori Pavlov dalam Pembelajaran
Aplikasi
teori Pavlov terhadap pembelajaran siswa adalah: mementingkan pengaruh
lingkungan, mementingkan bagian-bagian, mementingkan bagian reaksi,
mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus
respon, mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya,
mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latiahan dan pengulangan, hasil
belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai
konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan pradigma Pavlov akan menyusun
bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajran yang
harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak
memberi ceramah tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik
dilakukan sendiri maupaun melalui simulasi. Bahan pelajaran disuusn secara hierarki
dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Metode
pavlov ini sangat cocok untuk memperoleh kamampuan yang membu-tuhkan paktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur sperti: kecepatan, spontanitas,
kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagianya. Contohnya: perckapan bahasa
aisng, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraaga dan
sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan,
suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi
permen atau pujian.
Penerapan
terori Pavlov yang salah dalam situasi pembelajaran juga mengaki-btakan
terjadinya proses pembelajran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu
guru sebagai central bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif,
perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan
guru. Murid hanya mendengarakn dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan
apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajara yang efektif.
D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Pavlov
Pada
teori Pavlov, individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang
berasal dari luas dirinya, hal ini sangat membantu dan memudahkan pendidik
dalam dunia pendidikaan untuk melakukan pembelajran terhadap peserta didiknya.
Hal ini merupakan kelebiahan dari teori Pavlov.
Sedangkan
kekurangan teori ini adalah, jika kondsisi ini dialkakukan secara terus
menerus, maka ditakutkan murid akan mamilki rasa ketergantungan atas stimulus
yang berasal dari luar dirinya. Padahal seharusnya siswa didik atau anak harus
memilki stimulusdari dalam dirinya sendiri (self
motivation) dalam melakukan kegiatan belajar dan pemahaman yang diberikan
oleh guru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahsan yang telah dipaparkan, maka dapat diambil kesimpuan sebagai berikut:
1.
Clasic conditioning (pengkondisian atau persyaratan kelasik)
adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaanya terhadap anjing, di
mana perangsang asli dan netral dipasang dengan stimulus bersyarat secara
berulang-ulang, sehingga memunculkan reaksi yang dinginkan.
2.
Ada empat
komponen dasar yang membangun Teori Kondisioning Pavlov. Keempatnya adalah unconditioned stimulus (UCS), unconditioned response (UCR), conditioned
stimulus (CS), dan conditioned
response (CR)
3.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap
seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar yaitu hukum pembiasaan yang
dituntut (Law of Respondent
Conditioning) dan hukum pemusnahan yang dituntut (Law of Respondent
Extinction).
4.
Belajar menurut teori ini adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang
terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan
pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara
otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
DAFTAR PUSTAKA
James F. Brennan.
2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
Nana
Sudjana. 1990. Teori-teori Belajar Untuk
Pengajaran. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Rita L.
Atkinson, et.al,.1983. Intrudoction To
Psycology, Eight Edition. Terjemah, Nurjannah Taufiq, Rukmini Barhana,
Editor Agus Gharma, Michael Adryanto, Jakarta: Erlangga.
Sarlito W. Sarwono. (2008). Berkenalan Dengan Aliran-Aliran Dan
Tokoh-Tokoh Psikologi Cetakan ke-3.
Jakarta: Bulan Bintang.
Sugihartono. dkk. 2007. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
http://catatantanti.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-thorndike-pavlop-dan.html. diakses tanggal 1 Januari 2013 pukul 11.15
http://elmisbah.wordpress.com/teori-pavlov/. diakses tanggal 1 Januari 2013 pukul 12.30
http://ajenganjar.blogspot.com/2012/04/teori-pembelajaran-ivan-pavlov.html. diakses tanggal 1 Januari 2013 pukul 21.15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar